Everett M. Rogers (6 Maret 1931 – 21 Oktober 2004)
Bernama lengkap Everett M. Rogers, pria ini dilahirkan di Carroll, Iowa pada tanggal 6 Maret 1931. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga pemilik Pinehurst Farm. Awalnya Rogers tidak memiliki ide untuk mengambil kuliah hingga gurunya mengarahkannya beserta beberapa teman-teman sekelasnya untuk mengambil Agriculture untuk S1 dan S2-nya di Iowa State University. Selanjutnya ia sempat menjadi suka relawan di perang Korea selama 2 tahun. Sepulangnya dari perang itu Rogers kembali lagi ke Iowa State University untuk mendapatkan gelar PhD di bidang sosiologi dan statistik pada tahun 1957.
Sejarah teori :
Pada
tahun 1950-an, Iowa State University menghasilkan banyak lulusan besar
di bidang pertanian dan khususnya masalah sosiologi pedesaan. Banyak
sekali inovasi pertanian yang dihasilkan seperti benih jagung hybrid,
pupuk kimiawi, dan semprotan untuk rumput liar. Namun tidak semua petani
mengadopsi beberapa inovasi tersebut, hanya ada beberapa petani saja
yang mengadopsinya setelah inovasi tersebut berhasil dilakukan oleh
beberapa petani barulah inovasi tersebut menyebar secara perlahan-lahan.
Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi Rogers hingga akhirnya
menjadi inti dari disertasi Rogers di Iowa State University.
Disertasinya berupa penyebaran atau difusi weed spray,
ia juga melakukan wawancara langsung terhadap 200 petani tentang
keputusannya untuk keputusan mereka mengadopsi inovasi tersebut. Selain
itu Rogers juga memelajari bagaimana difusi inovasi dari bidang-bidang
lain, misalnya pada bidang pendidikan, marketing, dan obat-obatan. Ia
menemukan banyak kesamaan dalam beberapa bidang tersebut. Hasilnya
merujuk kepada S-shaped Diffusion Curve yang diperkenalkan oleh seorang sosiolog Prancis bernama Gabriel Tarde pada awal abad ke-20.
Kurva
ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi
seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva
ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi
dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Rogers (1983) mengatakan, “Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Perkembangan
berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana
studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang
lebih kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan
sebagainya. Melalui bukunya yang berjudul Diffusion of Innovation yang
kini menjadi buku legendaris, Rogers menjelaskan hasil risetnya tentang
difusi atau penyebaran inovasi dalam suatu sistem sosial dan
pengaplikasiannya di berbagai bidang. Hal ini yang membantu beberapa
negara di daerah Asia, Africa, dan Amerika Latin untuk menyebarkan
inovasi dalam bidang pertanian, family planning, dan beberapa perubahan
sosial lainnya. Hingga mereka menjadi negara yang mandiri.
Esensi Teori
Di dalam buku Diffusion of Innovation, Everett M. Rogers mendefinisikan difusi inovasi adalah
”proses
sosial yang mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang
secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan
dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial.”
”inovasi
yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat
relatif, kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat
yang jauh lebih besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendahakan lebih
cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya.”
Difusi
merupakan suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan
penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Komunikasi didefinisikan
sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan saling
bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu
terdapat ketermasaan (newness) yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang menyangkut ketakpastian (uncertainty).
Asumsi utama yang dapat disimpulkan dari teori ini adalah:
1. Difusi
inovasi adalah proses sosial yang mengomunikasikan informasi tentang
ide baru yang dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian
perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah proses konstruksi sosial
2. Inovasi
yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat
relatif, kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat
yang jauh lebih besar, dan tingkat kerumitan yang lebih rendah akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya
3. Ada sedikitnya 5 tahapan dalam difusi inovasi yakni, tahap pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi, dan konfirmasi
4. Ada 5 tipe masyarakat dalam mengadopsi inovasi yakni inovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard.
Unsur-unsur Difusi Inovasi :
Dari
definisi yang diberikan oleh Everett M. Rogers tersebut, ada empat
unsur utama yang terjadi dalam proses difusi inovasi sebagai berikut:
1. Inovasi
Inovasi merupakan sebuah ide, praktek,
atau objek yang dianggap sebagai suatu yang baru oleh seorang individu
atau satu unit adopsi lain. Semua inovasi memiliki komponen ide tetapi
tak banyak yang memiliki wujud fisik, ideologi misalnya. Inovasi yang
tidak memliliki wujud fisik diadopsi berupa keputusan simbolis. Sedangkan yang memiliki wujud fisik pengadopsiannya diikuti dengan keputusan tindakan. Rogers
(1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi yang dapat memengaruhi
keputusan terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a. Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal
ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise
sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan
relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat
diadopsi.
Contoh : Dalam pembelian handphone, pengguna handphone akan mencari handphone yang lebih baik dari yang ia gunakan sebelumnya. Misalnya dari penggunaan Nokia N97 berganti ke Blackberry
b. Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas
adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan
nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi.
Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat
diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Contoh
: Dalam suku Badui dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan
teknologi dari luar, sehingga bentuk inovasi seperti alat-elektronik
tidak mereka adopsi karena tidak sesuai dengan norma sosial yang mereka
miliki
c. Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa
inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan
oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami
dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat
diadopsi.
Contoh : Masyarakat pengguna PC atau notebook
terbiasa dengan penggunaan Windows yang lebih mudah dibandingkan
Linux, walaupun Linux memiliki kelebihan dibandingkan Windows tetapi
karena penggunaannya lebih rumit masih sedikit orang yang menggunakan
Linux
d. Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan
untuk diujicobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat
diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan
dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Contoh
: Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat
karena secara langsung dapat dibandingkan dengan produk-produk sejenis
lainnya.
e. Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan
untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat
oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu
inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut
mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan
relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan
kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin
cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa disebut mutual understanding
antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan
(dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu.
Dengan demikian diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh
partisipan komunikasi dan saluran komunikasi. Saluran komunikasi dapatr
dikatakan memegang peranan penting dalam proses penyebaran inovasi,
karena melalui itulah inovasi dapat tersebar kepada anggota sistem
sosial.
Dalam
tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu
jenis saluran komunikasi tertentu juga memainkan peranan lebih penting
dibandingkan dengan jenis saluran komunikasi lain. Ada dua jenis
kategori saluran komunikasi yang digunakan dalam proses difusi inovasi,
yakni saluran media massa dan saluran antarpribadi atau saluran lokal
dan kosmopolit. Saluran lokal adalah saluran yang berasal dari sistem
sosial yang sedang diselidiki. Saluran kosmopolit adalah saluran
komunikasi yang berada di luar sistem sosial yang sedang diselidiki.
Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain.
Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan
cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi dalam proses
difusi inovasi ini melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka
antara dua atau lebih individu yang biasanya memiliki kekerabatan dekat.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai berikut:
a. Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan saluran komunikasi massa dapat membentuk awareness secara serempak dalam waktu yang dikatakan cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi antarpribadi.
b. Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi.
c. Saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, golongan adopter awal
menyukai ide-ide baru tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga
media massa saja sudah cukup membuat mereka mau mengadopsi sebuah
inovasi berbeda dengan orang-orang dari golongan adopter akhir,
karakteristik mereka yang kurang menyukai risiko menyebabkan komunikasi
antarpribadi yang paling bekerja dengan baik. Mereka cenderung melihat
atau berkaca pada orang-orang disekitar mereka yang sudah menggunakan
inovasi tersebut dan apabila berhasil mereka baru mau mengikutinya.
d. Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran lokal bagi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Metode
komunikasi massa seperti penggunaan iklan memang dapat menyebarkan
informasi tentang inovasi baru dengan cepat tetapi hal tersebut tidak
lantas dapat begitu saja membuat inovasi baru tersebut diadopsi oleh
khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi tidaknya inovasi baru terkait
dengan masalah resiko dan ketidakpastian. Disinilah letak pentingnya
komunikasi antarpribadi. Orang akan lebih percaya kepada orang yang
sudah dikenalnya dan dipercayai lebih awal atau orang yang mungkin sudah
berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga orang yang
memiliki kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal
tersebut digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang
menggambarkan bahwa komunikasi interpersonal menjadi begitu sangat
berpengaruh dari waktu ke waktu dibandingkan dengan komunikasi massa.
Sumber: www.enablingchange.com.au
Dari
hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi media
massa akan optimal digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran
interpersonal akan lebih optimal digunakan pada tahap persuasi. Namun
pada kenyataannya, di negara yang belum maju kekuatan komunikasi
interpersonal masih dinilai lebih penting dalam tahap pengetahuan. Hal
ini disebabkan karena kurangnya media massa yang dapat dijangkau
masyarakat terutama di pedesaan, tingginya tingkat buta huruf penduduk,
dan mungkin pula disebabkan ketidakrelevanan antara isi media dengan
kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak hiburan atau hal-hal yang
sebenarnya tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal tersebut,
saluran komunikasi interpersonal terutama yang bersifat kosmopolit
dinilai lebih baik dibanding saluran media massa.
Untuk
mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni memperbesar
tingkat adopsi suatu inovasi dapat dilakukan dengan pengaplikasian
saluran komunikasi yang tepat pada situasi yang tepat. Pertama, pada
tahap pengetahuan hendaknya kita menggunakan media massa untuk
menyebarluaskan informasi tentang adanya inovasi tersebut. Selanjutnya
digunakan saluran komunikasi interpersonal yang bersifat persuasif dan
personal pada tahap persuasi.
3. Kurun waktu tertentu
Waktu
merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu,
dalam proses difusi, berpengaruh dalam tiga hal, yakni:
a. Proses
keputusan inovasi, yaitu proses mental yang terjadi dimana individu
mulai mengalami tahapan menerima informasi pertama yang membentuk sikap
seseorang terhadap inovasi sampai kepada keputusan apakah individu
tersebut menerima atau menolak inovasi, hingga tahapan implementasi dan
konfirmasi berkenaan dengan inovasi tersebut.
Ada beberapa tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
· Tahap pengetahuan pertama terhadap inovasi
· Tahap pembentukan sikap kepada inovasi
· Tahap pengambilan keputusan menerima atau menolak inovasi
· Tahap pelaksanaan inovasi
· Tahap konfirmasi dari keputusan
b. Waktu
memengaruhi difusi dalam keinovatifan individu atau unit adopsi.
Keinovatifan adalah tingkatan dimana individu dikategorikan secara
relative dalam mengadopsi sebuah ide baru dibanding anggota suatu sistem
sosial lainnya. Kategori tersebut antara lain adalah innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard.
Klasifikasi ini dikarenakan dalam sebuah sistem, individu tidak akan
secara serempak dalam suatu waktu mengadopsi sebuah inovasi melainkan
perlahan-lahan secara berurut. Keinovatifan inilah yang pada akhirnya
menjadi indikasi yang menunjukkan perubahan tingkah laku individu
c. Kecepatan
rata-rata adopsi ide baru dalam sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh
dimensi waktu. Kecepatan adopsi adalah kecepatan relative yang
berkenaan dengan pengadopsian suatu inovasi oleh anggota suatu sistem
mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu. Kecepatan ini
selalu diukur dengan jumlah anggota suatu sistem yang mengadopsi
inovasi dalam periode waktu tertentu.
4. Sistem Sosial
Sangat
penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem
sosial. Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang
tergabung dalam suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai
suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa individu,
kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam
kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial,
norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi
dan konsekuensi inovasi.
Difusi
inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial
terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan
norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983)
menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1) Struktur sosial (social structure)
Struktur
sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu.
Adanya sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu
keteraturan dan stabilitas perilaku setiap individu dalam suatu sistem
sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota
dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada
struktur oranisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku
tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi
inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh Rogers
menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa
mengetahui struktur sosial dari adopter
potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan
arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di
Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh
karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana
individu tersebut berada.
2) Norma sistem (system norms)
Norma
adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota
sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua
anggota sistem sosial. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat
untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan dengan
derajat kesesuaian (compatibility) inovasi denan nilai atau kepercayaan
masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian
suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh
individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh
terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
3) Opinion Leaders
Opinion leaders
dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang
tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam
suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat
menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia
(mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau
menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa
orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4) Change Agent
Change agent adalah
suatua bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap sistem
sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang
lain untuk menerima sebuah inovasi. Tetapi change agent bersifat resmi atau formal, ia mendapat tugas dari kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent
atau dalam bahasia Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya
merupakan orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan
atau pelatihan tertentu untuk dapat memengaruhi sistem sosialnya. Di
dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” yang ditulis oleh Rogers dan
Shoemaker, fungsi utama dari change agent adalah menjadi mata rantai yang menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan change agent
berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu.
Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik struktur
sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial (misal: suatu
institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun
secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan
apa yang sedang berjalan saat itu.
Ralph
Linton (1963) dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” melihat bahwa
setiap inovasi mempunyai tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh change agent, yakni:
· Bentuk yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
· Fungsi inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem
· Makna,
yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi
tersebut oleh anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur
makna ini lebih sulit didifusikan daripada bentuk maupun fungsinya.
Terkadang kultur penerima cenderung menggabungkan makna inovasi itu
dengan makna subyektif, sehingga makna aslinya hilang.
5) Heterofili dan Homofili
Difusi diidentifikasi sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan dengan penyebaran inovasi. Pada teori Two-Step Flow, opinion leader
dan pengikutnya memiliki banyak kesamaan. Hal tersebut yang dipandang
dalam riset difusi sebagai homofili. Yakni, tingkat di mana pasangan
individu yang berinteraksi memiliki banyak kemiripan sosial, contohnya
keyakinan, pendidikan, nilai-nilai, status sosial dan lain sebagainya.
Lain halnya dengan heterofili, heterofili adalah tingkat di mana
pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak perbedaan. Persamaan
dan perbedaan ini akan berpengaruh terhadap proses difusi yang
terjadi. Semakin besar derajat kesamaannya maka semakin efektif
komunikasi yang terjadi untuk mendifusikan inovasi dan sebaliknya.
Makin tinggi derajat perbedaannya semakin banyak kemungkinan masalah
yag terjadi dan menyebabkan suatu komunikasi tidak efektif. Oleh
karenanya, dalam proses difusi inovasi, penting sekali untuk memahami
betul karakteristik adopter potensialnya untuk memperkecil “heterophily”.
Proses Difusi Inovasi
Berikut adalah bagan model proses difusi inovasi menurut Everett M. Rogers
Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap “Awareness”. Tahap
ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan
saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap ini kesadaran
individu akan mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang
bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam
pengetahuan yang dicari masyarakat dalam tahapan ini, yakni:
· Kesadaran bahwa inovasi itu ada
· Pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut
· Pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja
2. Tahap Persuasi (Persuasion)
Dalam
tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang
menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi
ini, individu akan mencari tahu lebih dalam informasi tentang inovasi
baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang
membuat tahapan ini berbeda dengan tahapa pengetahuan adalah pada tahap
pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif,
sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi alah
memengaruhi afektif. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang dimiliki calon adopter
ini akan menentukan bagaimana ia mencari informasi, bentuk pesan yang
bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan bagaimana cara ia
menafsirkan makna pesan yang ia terima berkenaan dengan informasi
tersebut. Sehingga pada tahapan ini seorang calon adopter
akan membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa
ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah
karekateristik inovasi yakni relative advantage, compatibility, complexity, trialability, dan observability.
3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)
Di
tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu
pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama sekali.
Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai
cara tindak yang paling baik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
· Praktik sebelumnya
· Perasaan akan kebutuhan
· Keinovatifan
· Norma dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a) Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan
b) Individual
adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil peranan
dalam pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam,
yakni:
a. Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
b. Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah sistem sosial
c) Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan yang mendahuluinya.
Konsekuensi
adalah perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial
sebagai akibat dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi . Ada tiga
macam konsekuensi setelah diambilnya sebuah keputusan, yakni:
· Konsekuensi Dikehendaki VS Konsekuensi Tidak Dikehendaki
Konsekuensi
dikehendaki dan tidak dikehendaki bergantung kepada dampak-dampak
inovasi dalam sistem sosial berfungsi atau tidak berfungsi. Dalam kasus
ini, sebuah inovasi bisa saja dikatakan berfungsi dalam sebuah sistem
sosial tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya inovasi
tersebut tidak berfungsi bagi beberapa orang di dalm sistem sosial
tersebut Sebut saja revolusi industri di Inggris, akibat dari revolusi
tersebut sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemilik modal tetapi tidak
sesuai denganapa yang dikehendaki oleh tenaga kerja yang pada akhirnya
kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
· Konsekuensi Langsung VS Koneskuensi Tidak Langsung
Konsekuensi
yang diterima bisa disebut konsekuensi langsung atau tidak langsung
bergantung kepada apakah perubahan-perubahan pada individu atau sistem
sosial terjadi dalam respons langsung terhadap inovasi atau sebagai
hasil dari urutan kedua dari konsekuensi. Terkadang efek atau hasil dari
inovasi tidak berupa pengaruh langsung pada pengadopsi.
· Konsekuensi Yang Diantisipasi VS Konsekuensi Yang Tidak Diantisipasi
Tergantung
kepada apakah perubahan-perubahan diketahui atau tidak oleh para
anggota sistem sosial tersebut. Contohnya pada penggunaan internet
sebagai media massa baru di Indonesia khususnya dikalangan remaja.
Umumnya, internet digunakan untuk mendapatkan informasi yang terbaru
dari segala penjuru dunia, inilah yang disebut konsekuensi yang
diantisipasi. Tetapi tanpa disadari penggunaan internet bisa
disalahgunakan, misalnya untuk mengakses hal-hal yang berbau pornografi
hal inilah yang disebut konsekuensi yang tidak diantisipasi. Remaja
menjadi mudah mendapatkan video atau gambar-gambar yang tidak pantas.
4. Tahap Pelaksanaan (Implementation)
Tahapan
ini hanya akan ada jika pada tahap sebelumnya, individu atau
partisipan memilih untuk mengadopsi inovasi baru tersebut. Dalam tahap
ini, individu akan menggunakan inovasi tersebut. Jika ditahapan
sebelumnya proses yang terjadi lebih kepada mental exercise
yakni berpikir dan memutuskan, dalam tahap pelaksanaan ini proses
yang terjadi lebih ke arah perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari
penggunaan ide baru tersebut.
5. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap
terakhir ini adalah tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan
memutuskan untuk terus menggunakan inovasi baru tersebut atau
menyudahinya. Selain itu, individu akan mencari penguatan atas keputusan
yang telah ia ambil sebelumnya. Apabila, individu tersebut
menghentikan penggunaan inovasi tersebut hal tersebut dikarenakan oleh
hal yang disebut disenchantment discontinuance dan atau replacement discontinuance. Disenchantment discontinuance disebabkan oleh ketidakpuasan individu terhadap inovasi tersebut sedangkan replacement discontinuance disebabkan oleh adanya inovasi lain yang lebih baik.
Tipe-tipe Pengadopsi Inovasi
Pembagian
anggota sistem sosial ke dalam kelompok-kelompok adopter didasarkan
pada tingkat keinovatifannya, yakni lebih awal atau lebih lambatnya
seseorang mengadopsi sebuah inovasi dibandingkan dengan anggota sistem
sosial lainnya. Berikut adalah kurva yang menggambarkan distribusi
frekwensi normal kategori adopter beserta persentase anggota kelompok adopter dalam sebuah sistem sosialnya.
Kurva
yang membentuk lonceng tersebut dihasilkan oleh sejumlah penelitian
tentang difusi inovasi. Kurva lonceng tersebut menggambarkan banyaknya
pengadopsi dari waktu ke waktu. Pada tahun pertama, usaha penyebaran
inovasi akan menghasilkan jumlah pengadopsi yang sedikit, pada tahun
berikutnya jumlah pengadopsi akan lebih banyak dan setelash sampai pada
puncaknya, sedikit demi sedikit jumlah pengadopsi akan menyusut.
Sehingga jika kurva tersebut dikumulasikan akan membentuk kurva S sesuai
dengan kurva S yang sebelumnya telah disampaikan oleh Gabriel Tarde.
Berikut adalah karakteristik dari berbagai macam kategori adopter:
- Inovator
Tipe
ini adalah tipe yang menemukan inovasi. Mereka mencurahkan sebagian
besar hidup, energi, dan kreatifitasnya untuk mengembangkan ide baru.
Selain itu orang-orang yang masuk ke dalam kategori ini cenderung
berminat mencari hubungan dengan orang-orang yang berada di luar sistem
mereka. Rogers menyebutkan karakteristik innovator sebagai berikut:
a. Berani mengambil risiko
b. Mampu mengatur keuangan yang kokoh agar dapat menahan kemungkinan kerugian dari inovasi yang tidak menguntungkan
c. Memahami dan mampu mengaplikasikan teknik dan pengetahuan yang kompleks
d. Mampu menanggulangi ketidakpastian informasi
Berikut adalah cara agar dapat bekerja dengan inovator:
a. Mengundang innovator yang rajin untuk menjadi partner dalam merancang poyek
b. Merekrut dan melatih mereka sebagai pendidik
2. Penerima Dini
Penerima dini atau Early adopter
biasanya adalah orang-orang yang berpengaruh dan lebih dulu memiliki
banyak akses karena mereka memiliki orientasi yang lebih ke dalam sistem
sosial. Untuk memengaruhi penerima dini tidak memerlukan persuasi
karena mereka sendiri yang selalu berusaha mencari sesuatu yang dapat
memberikan mereka keuntungan dalam kehidupan sosial atau ekonomi.
Karakteristik yang dimiliki oleh early adopter adalah:
a. Bagian yang terintegrasi dalam sistem lokal sosial
b. Opinion leader yang paling berpengaruh
c. Role model dari anggota lain dalam sebuah sistem sosial
d. Dihargai dan disegani oleh orang-orang disekitarnya
e. Sukses
Untuk dapat bekerja dengan penerima dini berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan:
a. Menawarkan secara pribadi dukungan untuk beberapa early adopter untuk mencoba inovasi baru
b. Memelajari
percobaan inovasi tersebut secara hati-hati untuk menemukan atau
membuat ide baru yang lebih sesuai, murah dan mudah dipasarkan
c. Meninggikan ego mereka, misalnya dengan publisitas atau pemberitaan media
d. Mempromosikan mereka sebagai trendsetter
e. Menjaga hubungan baik dengan melakukan feedback secara rutin
3. Mayoritas Dini (orang–orang yang lebih dahulu selangkah lebih maju)
Early
majority ini adalah golongan orang yang selangkah lebih maju. Mereka
biasanya orang yang pragmatis, nyaman dengan ide yang maju, tetapi
mereka tidak akan bertindak tanpa pembuktian yang nyata tentang
keuntungan yang mereka dapatkan dari sebuah produk baru. Mereka adalah
orang-orang yang sensitive terhadap pengorbanan dan membenci risiko
untuk itu mereka mencari sesuatu yang sederhana, terjamin, cara yang
lebih baik atas apa yang telah mereka lakukan.
a. Ada beberapa karakteristik mayoritas dini, yakni:
b. Sering berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya
c. Jarang mendapatkan posisi sebagai opinion leader
d. Sepertiganya adalah bagian dari sistem (kategori atau tipe terbesar dalam sistem)
e. Berhati-hati sebelum mengadopsi inovasi baru
Untuk menarik simpati golongan ini dapat dilakukan engan beberapa cara sebagai berikut:
a. Menawarkan kompetisi atau sampel secara gratis untuk stimulus
b. Menggunakan advertiser dan media yang memiliki kredibilitas, dipercaya, dan yang akrab dengan golongan ini
c. Menurunkan biaya dan memberikan jaminan
d. Mendesain ulang untuk memaksimalkan penggunaan dan membuatnya menjadi lebih simple
e. Menyederhanakan formulir aplikasi dan atau instruksi
f. Menyediakan customer service and support yang profesional
- Mayoritas Belakangan
Orang-orang
dari golongan ini adalah orang-orang yang konservatif pragmatis yang
sangat membenci risiko serta tidak nyaman dengan ide baru sehingga
mereka belakangan mendapatkan inovasi setelah mereka mendapatkan contoh.
Golongan ini lebih dipengaruhi oleh ketakutan dan golongan laggard.
Rogers mengidentifikasi karakteristik golongan late majority sebagai berikut:
a. Berjumlah sepertiga dari suatu sistem sosial
b. Mendapatkan tekanan daro orang-orang sekitarnya
c. Terdesak ekonomi
d. Skeptis
e. Sangat berhati-hati
5. Laggard (lapisan paling akhir)
Golongan Laggard adalah golongan akhir yang memandang inovasi atau sebuah perubahan
tingkah laku sebagai sesuatu yang memiliki risiko tinggi. Ada indikasi
bahwa sebagian dari golongan ini bukanlah orang-orang yang benar-benar
skeptis, bisa jadi mereka adalah inovator, penerima dini, atau bahkan
mayoritas dini yang terkurung dalam suatu sistem sosial kecil yang
masih sangat terikat dengan adat atau norma setempat yang kuat. Atau
munngkin karena terbatasnya sumber dan saluran komunikasi menyebabkan
seseorang terlambat mengetahui adanya sebuah inovasi dan pada akhirnya
golongan ini disebut sebagai Laggard.
Ada beberapa karakteristik Laggard, yakni:
a. Tidak terpengaruh opinion leader
b. Terisolasi
c. Berorientasi terhadap masa lalu
d. Curiga terhadap inovasi
e. Mempunyai masa pengambilan keputusan yang lama
f. Sumber yang terbatas
Untuk melakukan pendekatan dengan Laggards ada beberapa cara yang perlu diperhatikan, yakni:
a. Memberikan mereka perhatian yang lebih terhadap kapan, dimana, dana bagaimana mereka melakukan kebiasaan baru
b. Memaksimalkan
kedekatan mereka dengan inovasi tersebut atau berikan mereka contoh
Laggard yang sukses melakukan pengadopsian inovasi tersebut
Namun ada beberapa peniliti yang menunjukan bentuk tabel distribusi yang berbeda. Moore menunjukkan adanya gap antara early adopter dengan early majority.
Gap atau jarak ini menyebabkan perbedaan karektiristik yang begitu
jauh antara dua golongan tersebut, yakni di fase awal karakteristiknya
berorientasi pada hal-hal yang baru atau visioner sedangkan pada fase
berikutnya setelah gap mereka cenderung pragmatis tentu saja hal ini
akan menjadi sebuah tantangan besar, bagaimana cara memersuasi mereka
untuk mengadopsi sebuah inovasi.
Aplikasi
Pada
awalnya riset tentang difusi inovasi menggunakan bidang pertanian
sebagai sampel. Yakni pada riset difusi jagung inti hibrida di Iowa.
Tetapi kemudian penerapan teori difusi inovasi ini berkembang ke
berbagai macam bidang antara lain pendekatan pembangunan, terutama pada
negara-negara berkembang seperti Indonesia dan negara dunia ketiga
lainnya. Petani dan anggota masyarakat pedesaan adalah salah satu dari
sasaran dari upaya difusi inovasi. Usaha-usaha mengaplikasikan difusi
inovasi pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1920-an dan
1930-an, sekarang hal itu dicontoh oleh negara-negara berkembang
lainnya.
Salah satu contoh penerapan teori difusi inovasi adalah penggunaan alat kontrasepsi. Pada awalnya masyarakat melakukan family planning dengan coitus interuptus atau bahkan mereka sama sekali tidak melakukan family planning. Lalu
pemerintah mulai mengenalkan alat kontrasepsi dengan menggencarkan
iklan layanan masyarakat pada berbagai macam media. Hal tersebut
menimbulkan awareness masyarakat terhadap adanya berbagai macam alat kontrasepsi untuk melakukan family planning, mereka menjadi tahu bahwa alat-alat kontrasepsi dapat menekan angka kelahiran. Beberapa masyarakat yang modernist
mencoba menggunakannya. Dokter dan bidan juga mulai memperkenalkan
alat kontrasepsi terhadap pasiennya, peran mereka disini ada yang
sebagai opinion leader ada pula yang dianggap sebaga change agent.
Dari situ masyarakat satu per satu mulai menggunakan alat kontrasepsi
untuk menekan angka kelahiran. Jadi adanya alat kontrasepsi sebagai
inovasi disebarkan melalui media massa(bentuk dari komunikasi masa)
dalam bentuk iklan selanjutnya change agent dan opinion leader
sebagai bentuk dari komunikasi antarpribadi yang persuasif dilakukan
oleh dokter, bidan atau keluarga yang telah menggunakan alat kontrasepsi
lalu pada akhirnya alat
kontrasepsi itu dipakai oleh masyarakat kebanyakan. Dalam hal ini tidak
semua menggunakan alat kontrasepsi masih ada banyak orang yang tidak
mau menggunakan alat kontrasepsi karena umumnya mereka masih terikat
adat dan norma yang tidak mengizinkan adanya penekanan angka
kelahiran..
Kritik-kritik
Ada beberapa kritik yang dilontarkan oleh ahli-ahli komunikasi dan ahli-ahli sosiologi lainnya terhadap teori, antara lain:
1. Teori
ini menyimpulkan terlalu sederhana sebagai representasi realitas yang
kompleks. Adopter dapat dikategorikan ke dalam kategori yang berbeda
untuk inovasi yang berbeda. Laggard dapat menjadi early adopter di lain
kesempatan.
2. Teori
ini tidak prediktif karena tidak menyediakan pengetahuan tentang
seberapa baik sebuah ide baru atau produk baru bekerja sebelum melewati
kurva adopsi
3. Individu
cenderung mengadopsi teknologi sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing, sehingga inovasi dapat dengan mudah berubah dalam
penggunaannya saat berpindah dari early adopter menuju early majority.
Teori ini sama sekali tidak menyebutkan mutasi yang sering terjadi
seperti hal tersebut.
4. Pengaruh
dari beberapa teknologi dapat secara radikal mengubah pola difusi
untuk menyusun teknologi dengan memulai persaingan atau kompetisi dalam
kurva S. Teori ini tidak menyediakan petunjuk bagaimana mengatur
sebuah perpindahan.
5. Adanya overadopsi
Overadopsi
adalah pengadopsian suatu inovasi oleh seseorang padahal menurut ahli
seharusnya ia menolak inovasi tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan seseorang tersebut tentang inovasi tersebut. Misalnya
penggunaan antibiotik secara berlebihan, atau pada bidang pertanian
penggunaan insektisida yang berlebihan. Padahal penggunaan insektisida
atau antibiotic secara berlebihan dapat menimbulkan resistensi.
Kadangkala, inovasi yang baik tidak seharusnya diadopsi oleh orang-orang
yang tidak dapat menggunakannya secara bijak karena kurangnya
pengetahuan mereka.
6. Eksploitasi terhadap golongan sosial yang lemah
Menurut
beberapa ahli, dengan adanya inovasi tidak semua perubahan sosial yang
terjadi adalah pertubahan kearah yang lebih baik. Bentuk
pengaplikasian teori ini terhadap komunikasi pembangunan misalnya. Dari
kasus pembangunan di negara-negara maju, golongan miskin tidak dapat
memerbaiki kualitas hidupnya sedangkan golongan kaya semakin kaya, hal
ini justru memerbesar gap yang ada.
Selain itu dalam pengaplikasiannya terhadap bidang pertanian ada beberapa kritik mengenai teori difusi inovasi sebagai berikut:
1. A Pro-Innovation Bias
Maksud dari pro-innovation bias disini adalah adanya prasangka berlebihan terhadap inovasi(pro-innovation).
Dalam teori ini semua inovasi dianggap baik tetapi pada kenyataanya
tidak selalu seperti itu. Ada kemungkinan konsekuensi negatif sebagai
akibat dari inovasi tersebut.
2. Bias in Favor of Larger and Wealthier Farmers
Ada
bias terhadap petani yang lebih kaya dan besar. Orang-orang tersebut
adalah orang-orang yang sangat mau untuk menerima ide baru sehingga
semua informasi diarahkan terhadap mereka. Sedangkan yang membutuhkan
bantuan diabaikan. Sama dengan pengaplikasian inovasi di bidang lain
selain pertanian. Iklan sebuah inovasi biasanya lebih digembar-gemborkan
di kalangan masyarakat yang termasuk innovator, early adopter, dan early majority sedangkan yang tergolong sebagai late majority dan laggard tidak mendapatkan perhatian khusus.
3. Individual-Blame Bias
Dalam
teori ini mereka yang tidak mengadopsi teknologi langsung dicap
sebagai “Laggard” dan disalahkan karena kurangnya respon mereka
terhadap inovasi. Beberapa kritik mengatakan bahwa perusahaan, agensi
pengembangan, dan badan riset seharusnya merespon kebutuhan semua
petani. Begitu pula saat penerapan di bidang lainnya, seharusnya
golongan yang mendapat perhatian lebih dalam penyebaran inovasi adalah
golongan yang termasuk kategori late majority dan laggard.
Karena bisa saja mereka terlambat mengadopsi atau tidak mengadopsi
inovasi karena kurangnya informasi mengenai inovasi tersebut.
4. Issue of equality.
Dari
teori ini lahir beberapa issue. Akankah inovasi menyebabkan
pengangguran atau migrasi warga desa? Akankah yang kaya menjadi lebih
kaya dan yang miskin menjadi lebih miskin? Apakah dampak buruk dari
inovasi sudah dipertimbangkan?
sumber : http://studimedia2010.blogspot.com/2010/03/diffusion-of-innovations-theory_25.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar